Advertisemen
Rasa letih masih menusuk-nusuk badan setelah 2 hari non-stop perjalanan Subang-Bandung-Bogor untuk acara keluarga dan penyaluran bantuan kemanusiaan bagi korban banjir Bandung. Tiga puluh menit baru bergerak dari batas hari Senin menuju Selasa. Saya sudah bangun dan segera berkemas menuju Pool Damri di Baranangsiang, Bogor. Saya ada agenda penting ke Medan membersamai istri saya. Awalnya saya kurang sreg dengan jadwal sangat pagi. Take off pukul 05.00, dengan Lion Air pula. Padahal saya sudah memesan tiket untuk jadwal pukul 06.00 dari Cengkareng ke Kuala Namu.
Malam hari, ada pemberitahuan dari Lion Air bahwa jadwal kami (saya dan istri) dimajukan. Istirahat malam pun jadi terasa sangat singkat karena pukul 01.00 sudah harus bersiap. “Namanya juga Lion Air” bisik saya dalam hati. Saya harus memaklumi. Terbang bersama Lion Air, sering meninggalkan kesan yang tidak mengenakkan. Tapi perubahan jadwal itu ternyata mengubah kesan saya yang selama ini kurang nyaman terbang dengan pesawat Lion Air.
Pagi itu kami terbang dengan Lion Air ke Kuala Namu Medan dengan kode JT210. Jadwal jam 05.00 pagi sebenarnya saya anggap bonus karena biasanya telat. Namun kali ini jadwal boarding pesawat justru lebih cepat 15 menit dari yang dicantumkan di tiket. Selain jadwal yang agak pas, saya dapat pesawat Air Bus 330 dengan space yang lebih lega buat duduk dan bergerak. Kesan telat dan kurang nyaman dengan Lion Air mulai berkurang dan saya bisa duduk sambal tersenyum di dalam pesawat jumbo ini.
Kegembiraan saya bersama Lion Air sebenarnya bukan pada pesawat yang lebih enak dan jadwal yang agak on time, tapi pada sosok salah seorang pramugara yang duduk di kursi kru dekat pintu darurat di baris 37 ABC. Saya memperhatikan sang pramugara ganteng mengisi waktu penerbangan dengan membuka buku kecil yang saya hafal betul itu adalah buku Juz Amma (juz 30 Alquran). Ini momen yang sangat jarang saya temukan, di maskapai yang selalu disorot karena pelayanannya yang sering mendapat keluhan penumpangnya.
Saya abadikan momen pramugara yang berkomat-kamit sedikit sambil menyimak buku kecil Juz Amma. Sesekali saya lihat pramugara itu mengantuk sampai mengangguk-angguk tetapi tetap melanjutkan hapalannya. Saya jadi terinspirasi untuk ikut juga membuka mushaf Alquran yang ada di HP saya. Saya kemudian sejenak tenggelam dalam tilawah menjelang pesawat mendarat.
Saat saya bersiap turun pesawat, saya dekati lelaki.pramugara itu. Saya penasaran dengan dia. Saya terlanjur kagum pada pramugara yang beda dengan yang lainnya.
Saat saya bersiap turun pesawat, saya dekati lelaki.pramugara itu. Saya penasaran dengan dia. Saya terlanjur kagum pada pramugara yang beda dengan yang lainnya.
"Mas, tadi lagi ngapal ya?" Tanya saya
Dengan wajah kaget lelaki itu menjawab. "Ngapal apa, Pak?"
"Tadi ngapal Alquran, kan?"
Dengan tersenyum lebar pramugara itu menjawab. " Iya.."
"Siapa namanya, Mas?"
"GILANG, Pak."
"OK, sampai ketemu Mas Gilang."
Alhamdulillah, dugaan saya benar. Pramugara itu sedang mengahapal Alquran. Ada pramugara penghapal Alquran di pesawat yang saya tumpangi. Ini mengagumkan. Disela rasa lelah saya yang masih menusuk seluruh persendian, saya menemukan energi baru untuk melanjutkan tugas saya hari ini. Energi spiritual baru itu datang dari seorang pramugara Lion Air bernama Gilang. Semoga Mas Gilang istiqomah menghafal dan mendapat dukungan penuh dari manajemen Lion Air. Semoga suatu saat dari menghafal juz 30 saat ini, Mas Gilang bisa jadi hafizh 30 juz.
Catatan Inspirasi dari Achmad Siddik Thoha, Pengajar di USU Medan, Rimbawan, Penelusur dan Peneliti Kebakaran Hutan dan Lahan, Pengelola Komunitas Pohon Inspirasi, Perawat Komunitas Kongkrit, Aktivis Relawan Indonesia untuk Kemanusiaan dan Penulis Buku KETIKA POHON BERSUJUD.
Advertisemen