Advertisemen
Abu ‘Abdillah al-Balkhi berkata: “Ada seorang pemuda Bani Israil yang ketampanannya tidak ada bandingannya. Ia adalah seorang penjual kapak. Pada suatu hari, pemuda tersebut berkeliling menjual kapaknya, tiba-tiba ada seorang perempuan yang keluar dari istana raja Bani Israil. Ketika perempuan tersebut melihat pemuda itu, dia bergegas kembali masuk ke istana lagi. Setelah itu, ia berkata kepada putri raja: “Wahai fulanah, aku melihat ada seorang pemuda di luar pintu sana yang menjual kapak. Aku belum pernah sekalipun melihat pemuda setampan itu.” Putri raja menjawab: “masukkan dia ke istana.”
Setelah itu, perempuan tadi menemui pemuda dan berkata: “masuklah kamu.” Pemuda itu pun disambut oleh putri raja yang wajah dan lehernya terbuka. Pemuda tersebut berkata kepada putri raja: “belilah kapak ini, semoga Allah memberikan kesehatan kepada anda.” Putri raja menjawab: “kami tidak memanggilmu untuk membeli ini, tetapi kami memanggilmu untuk saling bercumbu.” Kemudian sang pemuda menimpali: “takutlah kamu kepada Allah.” Putri menjawab: “jika kau tidak mau, maka akan aku laporkan kepada paduka raja bahwa kau menantangku.” Pemuda tersebut tetap menolak dan terus menasehati sang putri. Namun putri raja tetap tidak mau menuruti nasehatnya.
Setelah itu, perempuan tadi menemui pemuda dan berkata: “masuklah kamu.” Pemuda itu pun disambut oleh putri raja yang wajah dan lehernya terbuka. Pemuda tersebut berkata kepada putri raja: “belilah kapak ini, semoga Allah memberikan kesehatan kepada anda.” Putri raja menjawab: “kami tidak memanggilmu untuk membeli ini, tetapi kami memanggilmu untuk saling bercumbu.” Kemudian sang pemuda menimpali: “takutlah kamu kepada Allah.” Putri menjawab: “jika kau tidak mau, maka akan aku laporkan kepada paduka raja bahwa kau menantangku.” Pemuda tersebut tetap menolak dan terus menasehati sang putri. Namun putri raja tetap tidak mau menuruti nasehatnya.
Kitab Dzammul Hawa karya al-Hafizh Ibnul Jauzi (wafat 597 H), halaman 249 – 250 |
Kemudian pemuda itu meminta wadah berisi air. Kemudian putri raja berkata: “apakah ada cacat dalam diriku ? Hai pembantu, antarkan pemuda ini ke tempat berisi air yang ada di atas istana.” Pemuda tersebut hendak kabur, akan tetapi dia tidak bisa, karena jarak antara istana dan tempat air hanya 40 hasta saja.
Ketika pemuda tersebut sudah ada di tempat air, maka ia berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku diajak berbuat maksiat kepada-Mu. Namun aku lebih memilih bersabar atas nafsuku. Aku akan melemparkan diri ini dari atas loteng ini sehingga aku tidak berbuat maksiat.” Kemudian pemuda itu berkata: “Bismillah.” Pemuda itu terjun dari atas loteng. Lalu Allah mengirimkan malaikat untuk menolongnya. Malaikat itu memegang kedua tangannya sehingga ia bisa turun dengan berdiri di atas kedua kakinya. Setelah itu, ia berdoa: “Ya Allah, jika Engkau berkenan memberikan aku rezeki, maka cukupkanlah aku dengan menjual kapak ini.”
Ketika pemuda tersebut sudah ada di tempat air, maka ia berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku diajak berbuat maksiat kepada-Mu. Namun aku lebih memilih bersabar atas nafsuku. Aku akan melemparkan diri ini dari atas loteng ini sehingga aku tidak berbuat maksiat.” Kemudian pemuda itu berkata: “Bismillah.” Pemuda itu terjun dari atas loteng. Lalu Allah mengirimkan malaikat untuk menolongnya. Malaikat itu memegang kedua tangannya sehingga ia bisa turun dengan berdiri di atas kedua kakinya. Setelah itu, ia berdoa: “Ya Allah, jika Engkau berkenan memberikan aku rezeki, maka cukupkanlah aku dengan menjual kapak ini.”
Sumber: Dzammul Hawa karya al-Hafizh Ibnul Jauzi (wafat 597 H), halaman 249 – 250 diterjemahkan oleh Muhammad Azka, KalamUlama
Advertisemen