Advertisemen
Dunia maya kini semakin masiv sukai oleh semua kalangan. Baik tua maupun muda sepertinya sudah mulai ketergantungan dengan dunia maya. Sampai sampai, saat kumpul pun banyak yang lebih sibuk dengan gadgetnya daripada untuk bercengkerama dengan yang lainnya.
Tidak hanya kesenjangan yang terjadi, dunia maya juga bisa menjadi amat menyeramkan ketika si pengguna media tersebut tanpa adab / etika dalam mempergunakannya. Seperti akhir - akhir ini, sempat kejadian beberapa pengguna Facebook dan twitter dengan serta merta mencaci maki ulama kondang asal Rembang, KH. Musthofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus. Sontak sahabat – sahabat Ansor mendatangi mereka (si penebar kebencian) untuk tabayun (Klarifikasi) terkait apa yang mereka sampaikan. Wal hasil tiga orang yang melakukan hal tersebut meminta maaf. Tak hanya meminta maaf, ketiga anak tersebut sowan (mendatangi) Gus Mus, di kediamannya.
Dalam status terbarunya, Gus Mus menuturkan bahwa ketiga anak tersebut seperti umumnya pemuda santri, polos, santun, dan sopan.
“Kulihat anak-anak muda yang rata-rata berusia 25 tahunan ini, seperti umumnya pemuda santri. Polos, santun, dan sopan. Sedikit pun tidak ada kesan berandalan, sangar, atau kasar seperti yang mereka tampakkan di twit dan status mereka.
Ketika aku tanya apakah mereka benci kepadaku, karena ucapan atau perilakku yang melukai hati atau menyinggung mereka, mereka bilang tidak. Apakah ada kawan mereka yang pernah kusakiti, dan mereka solider ikut mengecamku, mereka menjawab tidak. Apakah mereka menganggap aku pendukung tokoh politik tertentu yang berlawanan dengan tokoh mereka, mereka menjawab tidak. Ketika kemudian mereka aku tanya, apakah mereka marah karena membaca pendapatku tentang salat Jum'at di Jalanan? Mereka malah seperti kebingungan. Pandu Wijaya malah dengan sangat lesu mengatakan, "Mohon maaf, saat itu saya lagi jenuh dengan pekerjaan."
Aku pun semakin bertanya-tanya tentang 'kesaktian' sosmed ini. Bagaimana ia bisa mengubah anak-anak yang santun seperti mereka ini menjadi orang-orang yang tega memperburuk citra diri mereka sendiri di sosmed. Melihat penampilan mereka di dunia Nyata, aku yakin mereka bukan orang-orang yang tidak tahu adab dan adat.
Dugaanku mereka hanya salah pergaulan di dunia Maya yang memang bagaikan hutan belantara yang ~di samping terdapat manusia-manusia berbudi~ penuh dengan makhluk-makhluk palsu yang tidak bertanggungjawab.” Tulis Gus Mus dalam akun Facebooknya.
Berangkat dari kejadian ini, Beliau memberikan nasehat ketika bersosial media, hendaknya
(1) menata kembali niat kita dalam menggunakan dan memanfaatkan Sosmed;
(2) berhati-hati dan waspada beraktifitas di 'Dunia Maya' yang ~kita tahu~ penuh tipuan;
(2) jangan mudah tergiur dengan tampilan-tampilan menarik, biasakan tabayun dan meniliti rekam-jejak;
(3) jangan tergesa-gesa membaca dan membagikan bacaan;
(4) usahakan sekali-kali KopDar, agar bisa melihat Manusia dalam penampilan nyatanya (dalam hal ini, contohlah misalnya perkawanan Maya dan Nyata dari misalnya komunitas Adib Machrus, Pakdhe Tegoeh, Timur Suprabana, Zen Mehbob, Triwibowo Budi Santoso, Zaenal Maarif, dan mereka yang tidak hanya bersapaan di sosmed tapi juga bersilaturahmi di dunia nyata. Mereka guyub, penuh kasihsayang);
(5) ingat sabda Rasulullah SAW "Innamal a'mãlu binniyãt... alhadits" dan "Min husni Islamil mar-i tarkuhu mã lã ya'ni".
Semoga Allah membimbing kita baik di dunia nyata maupun di dunia maya. (/Gusmus)
Ketika aku tanya apakah mereka benci kepadaku, karena ucapan atau perilakku yang melukai hati atau menyinggung mereka, mereka bilang tidak. Apakah ada kawan mereka yang pernah kusakiti, dan mereka solider ikut mengecamku, mereka menjawab tidak. Apakah mereka menganggap aku pendukung tokoh politik tertentu yang berlawanan dengan tokoh mereka, mereka menjawab tidak. Ketika kemudian mereka aku tanya, apakah mereka marah karena membaca pendapatku tentang salat Jum'at di Jalanan? Mereka malah seperti kebingungan. Pandu Wijaya malah dengan sangat lesu mengatakan, "Mohon maaf, saat itu saya lagi jenuh dengan pekerjaan."
Aku pun semakin bertanya-tanya tentang 'kesaktian' sosmed ini. Bagaimana ia bisa mengubah anak-anak yang santun seperti mereka ini menjadi orang-orang yang tega memperburuk citra diri mereka sendiri di sosmed. Melihat penampilan mereka di dunia Nyata, aku yakin mereka bukan orang-orang yang tidak tahu adab dan adat.
Dugaanku mereka hanya salah pergaulan di dunia Maya yang memang bagaikan hutan belantara yang ~di samping terdapat manusia-manusia berbudi~ penuh dengan makhluk-makhluk palsu yang tidak bertanggungjawab.” Tulis Gus Mus dalam akun Facebooknya.
Berangkat dari kejadian ini, Beliau memberikan nasehat ketika bersosial media, hendaknya
(1) menata kembali niat kita dalam menggunakan dan memanfaatkan Sosmed;
(2) berhati-hati dan waspada beraktifitas di 'Dunia Maya' yang ~kita tahu~ penuh tipuan;
(2) jangan mudah tergiur dengan tampilan-tampilan menarik, biasakan tabayun dan meniliti rekam-jejak;
(3) jangan tergesa-gesa membaca dan membagikan bacaan;
(4) usahakan sekali-kali KopDar, agar bisa melihat Manusia dalam penampilan nyatanya (dalam hal ini, contohlah misalnya perkawanan Maya dan Nyata dari misalnya komunitas Adib Machrus, Pakdhe Tegoeh, Timur Suprabana, Zen Mehbob, Triwibowo Budi Santoso, Zaenal Maarif, dan mereka yang tidak hanya bersapaan di sosmed tapi juga bersilaturahmi di dunia nyata. Mereka guyub, penuh kasihsayang);
(5) ingat sabda Rasulullah SAW "Innamal a'mãlu binniyãt... alhadits" dan "Min husni Islamil mar-i tarkuhu mã lã ya'ni".
Semoga Allah membimbing kita baik di dunia nyata maupun di dunia maya. (/Gusmus)
Advertisemen