Advertisemen
Acara bertajuk “Dzikir Akbar dari Yogyakarta untuk Indonesia” bersama Maulana al-Habib Luthfi bin Ali bin Yahya (Senin, 21 November 2016) ini diselenggarakan oleh Madrasah Diniyah al-Quran Kraton Yogyakarta. Acara berlangsung dengan penuh khidmat, sejak pukul 20.00 WIB ba’da Isya hingga selesai dini hari. Turut hadir dalam acara tersebut para ulama, kiai, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, TNI, POLRI beserta keluarga Kraton Yogyakarta.
“Jangan terus-terusan mencari perbedaan, carilah kesamaan agar kita bisa maju dan negara bisa makmur,” tutur Habib Luthfi mengawali ceramahnya. “Lihatlah bangsa lain sudah makmur dan mapan, kita malah masih mencari perbedaan. Membahasnya melulu beda tahlil, maulid, shalat, dlsb. Ayo berpikir,” lanjutnya.
Jika kita bersatu-padu menyongsong negri ini, niscaya akan makmur dan maju. “Ojo kakean ngurusi perbedaan lan nggolek salahe wong" (Jangan banyak ngurusi perbedaan dan mencari-cari kesalahan orang)”, tegas Habib Luthfi. “Apa kita ndak malu sama para auliya? Mereka sudah sedo (wafat), tapi mampu menyatukan bangsa.”
Sunan Ampel, makamnya ramai diziarahi dari berbagai daerah. Itu menunjukkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Lihat Sunan Gunung Jati, makamnya selalu ramai bahkan dari berbagai belahan bumi sowan, ziarah. Beliau sudah sedo, tapi bisa menyatukan umat dalam satu wadah. Ada yang dzikirnya pelan, keras, panjang, pendek bahkan ada non-muslim. Tapi mereka khusyuk tanpa menganggu yang lain. “Ingat, kita merdeka karena bersatu. Jika kita bersatu, kita bisa membangun bangsa kita ini.”
Habib Luthfi kembali mengingatkan, “Sultan Agung Yogyakarta, makamnya ramai yang ziarah dari berbagai kalangan. Bukan aturan sebenarnya memakai blangkon atau kebaya dll. yang berhubungan dengan nuansa kraton, tapi untuk mengingatkan bahwa kita itu bangsa Indonesia yang punya budaya, kebetulan kita di tanah Jawa budayanya ya gitu.”
“Apa kita tidak malu kepada wali-wali Allah? Sudah wafat tetapi bisa menyatukan bangsa, mengingatkan sejarah bangsa, menyetarakan kaum. Jangan cari perbedaan. Panjenengan tau apa hasil yang saya bawa dari ziarah? Malu. Iya malu. Malu kepada yang sudah sedo (wafat). Mereka yang sudah wafat mampu menyatukan umat, kita yang masih hidup malah memecah-belah umat!” tukas Maulana Habib Luthfi bin Yahya menyayangkan. (*IBJ)
“Jangan terus-terusan mencari perbedaan, carilah kesamaan agar kita bisa maju dan negara bisa makmur,” tutur Habib Luthfi mengawali ceramahnya. “Lihatlah bangsa lain sudah makmur dan mapan, kita malah masih mencari perbedaan. Membahasnya melulu beda tahlil, maulid, shalat, dlsb. Ayo berpikir,” lanjutnya.
Jika kita bersatu-padu menyongsong negri ini, niscaya akan makmur dan maju. “Ojo kakean ngurusi perbedaan lan nggolek salahe wong" (Jangan banyak ngurusi perbedaan dan mencari-cari kesalahan orang)”, tegas Habib Luthfi. “Apa kita ndak malu sama para auliya? Mereka sudah sedo (wafat), tapi mampu menyatukan bangsa.”
Sunan Ampel, makamnya ramai diziarahi dari berbagai daerah. Itu menunjukkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Lihat Sunan Gunung Jati, makamnya selalu ramai bahkan dari berbagai belahan bumi sowan, ziarah. Beliau sudah sedo, tapi bisa menyatukan umat dalam satu wadah. Ada yang dzikirnya pelan, keras, panjang, pendek bahkan ada non-muslim. Tapi mereka khusyuk tanpa menganggu yang lain. “Ingat, kita merdeka karena bersatu. Jika kita bersatu, kita bisa membangun bangsa kita ini.”
Habib Luthfi kembali mengingatkan, “Sultan Agung Yogyakarta, makamnya ramai yang ziarah dari berbagai kalangan. Bukan aturan sebenarnya memakai blangkon atau kebaya dll. yang berhubungan dengan nuansa kraton, tapi untuk mengingatkan bahwa kita itu bangsa Indonesia yang punya budaya, kebetulan kita di tanah Jawa budayanya ya gitu.”
“Apa kita tidak malu kepada wali-wali Allah? Sudah wafat tetapi bisa menyatukan bangsa, mengingatkan sejarah bangsa, menyetarakan kaum. Jangan cari perbedaan. Panjenengan tau apa hasil yang saya bawa dari ziarah? Malu. Iya malu. Malu kepada yang sudah sedo (wafat). Mereka yang sudah wafat mampu menyatukan umat, kita yang masih hidup malah memecah-belah umat!” tukas Maulana Habib Luthfi bin Yahya menyayangkan. (*IBJ)
Advertisemen