Advertisemen
Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin mengatakan, sejarah Resolusi Jihad penting terus dikumandangkan di lingkungan Nahdlatul Ulama sebagai upaya memupuk semangat jihad agar tak kunjung padam. Namun, jihad di sini tak bermakna perang fisik sebagaimana diartikan oleh sekelompok orang.
“Jihad bisa dua makna: qitâlan atau perang dan ishlâhan atau perbaikan,” tuturnya di hadapan ribuan warga yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/10) malam, dalam acara pembacaan shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional.
Menurutnya, jihad paling relevan dalam konteks bangsa Indonesia hari ini adalah jihad dalam pengertian kedua. Sebab, Indonesia sedang bukan dalam suasana perang sehingga yang perlu dilakukan adalah upaya pembenahan-pembenahan
Di momen hari santri itu, ia juga mengingatkan para santri untuk menjalankan tugas utama seorang santri, yakni mempertahankan, menyebarkan, dan pemperjuangkan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah.
Kiai Ma’ruf lantas mengurai ciri-ciri ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), di antaranya tawassuth (moderat). Islam menolak ekstremisme agama maupun ekstremisme sekuler. Baginya, Aswaja juga menekankan prinsip tasamuh (toleransi) dan karenanya menghargai perbedaan agama, madzhab, hingga pandangan politik.
Nilai lain yang dijunjung tinggi ajaran Aswaja adalah rasa cinta (tawaddudiyah). Islam, kata Kiai Ma’ruf, memiliki karakter lembut dan menyayangi siapa saja sebagaimana tercermin dalam tiga persaudaraan, yakni ukhuwah islamiyah (internal umat Islam), ukhuwah wathaniyah (lintas agama sesama bangsa), dan ukhuwah insaniyah (lintas bangsa di level global).
Turut hadir dalam kesempatan ini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, Mustasyar PWNU DKI Jakarta KH Maulana Kamal Yusuf, pejabat daerah setempat, dan segenap pengurus syuriyah dan tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Acara pembacaan shalawat Nariyah tersebut menjadi bagian dari agenda Pembacaan 1 Miliar Shalawat yang digelar secara serentak di Indonesia. Selain di Jakarta, pembacaan shalawat Nariyah juga dipusatkan di Lamongan, Lirboyo, Pasuruan, Situbondo, Lampung Tengah, Balikpapan, dan Samarinda. (Mahbib)
“Jihad bisa dua makna: qitâlan atau perang dan ishlâhan atau perbaikan,” tuturnya di hadapan ribuan warga yang memadati Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (21/10) malam, dalam acara pembacaan shalawat Nariyah sebagai bagian dari rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional.
Menurutnya, jihad paling relevan dalam konteks bangsa Indonesia hari ini adalah jihad dalam pengertian kedua. Sebab, Indonesia sedang bukan dalam suasana perang sehingga yang perlu dilakukan adalah upaya pembenahan-pembenahan
Di momen hari santri itu, ia juga mengingatkan para santri untuk menjalankan tugas utama seorang santri, yakni mempertahankan, menyebarkan, dan pemperjuangkan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah.
Kiai Ma’ruf lantas mengurai ciri-ciri ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), di antaranya tawassuth (moderat). Islam menolak ekstremisme agama maupun ekstremisme sekuler. Baginya, Aswaja juga menekankan prinsip tasamuh (toleransi) dan karenanya menghargai perbedaan agama, madzhab, hingga pandangan politik.
Nilai lain yang dijunjung tinggi ajaran Aswaja adalah rasa cinta (tawaddudiyah). Islam, kata Kiai Ma’ruf, memiliki karakter lembut dan menyayangi siapa saja sebagaimana tercermin dalam tiga persaudaraan, yakni ukhuwah islamiyah (internal umat Islam), ukhuwah wathaniyah (lintas agama sesama bangsa), dan ukhuwah insaniyah (lintas bangsa di level global).
Turut hadir dalam kesempatan ini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, Mustasyar PWNU DKI Jakarta KH Maulana Kamal Yusuf, pejabat daerah setempat, dan segenap pengurus syuriyah dan tanfidziyah PWNU DKI Jakarta.
Acara pembacaan shalawat Nariyah tersebut menjadi bagian dari agenda Pembacaan 1 Miliar Shalawat yang digelar secara serentak di Indonesia. Selain di Jakarta, pembacaan shalawat Nariyah juga dipusatkan di Lamongan, Lirboyo, Pasuruan, Situbondo, Lampung Tengah, Balikpapan, dan Samarinda. (Mahbib)
Sumber: NU Online
Advertisemen